Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketika Jajanan Makanan Ringan Cuma Jadi Sampah

Ada acara keramaian, dalam kasus ini acara pernikahan, biasanya menghadirkan jajanan makanan ringan. Pemilik acara pun merasa telah menghidangkan jamuan yang bisa menghapus rasa malu sekalipun hanya jajanan makanan ringan. Beberapa jajanan makanan ringan itu, biasanya ditaruh dalam bungkus dus menjadi satu. Mereka pun bisa menikmakati di tempat itu juga atau dibawa pulang.

jajanan sampah
Sumber: www.gayahidup.dreamers.id

Memang, menjamurnya acara hajatan atau acara keramaian lain membuat usaha jajanan makanan ringan kebutuhan hajatan makin banyak. Tentunya, jajanan makanan ringan yang paling unggul adalah jajanan yang diproduksi pabrik ternama. Hanya saja, para pemilik usaha kecil pun tidak kalah saing. Dengan menawarkan harga murah, bisa laku untuk kebutuhan hajatan.

Masalahnya, banyak pelaku usaha kecil yang memang asal-asalan dalam menghadirkan produk jajanan makanan ringan. Contoh kasus makanan zaman dahulu yang sudah tidak populer lagi dengan rasa yang tidak enak seperti gorengan surabi, bekas serabi yang tidak lagi. Ini hanya contoh produk jajanan makanan ringan yang juga bisa laris untuk kebutuhan acara. Terpenting murah saja biar menghemat biaya acara.

Ya, inti penting dari penjualan adalah laris terjual sehingga mendapatkan keuntungan. Ini yang diperoleh dari kasus usaha kecil yang memproduksi produk asal-asalan, seperti hidangan gorengan surabi yang tidak memiliki peminat. Si pembeli juga merasa diuntungkan karena harga jauh lebih murah. Toh, mereka beralasan, ini produk untuk acara keramaian. Terpenting, di acara keramaian ada hidangan jajanan makanan ringan.

Masalahnya, makanan yang diolah asal-asalan, tidak memperhatikan konsumen sebagai penikmat, hanya untuk acara keramaian, akan menjadi sampai yang tidak sampai pada perut konsumen penikmat jajanan makanan ringan. Mereka hanya mendapatkan bingkisan dari acara, lalu dibawa pulang untuk dibuang kembali. Kenapa dibuang? Tidak ada yang makan. Inilah jajanan makanan ringan yang cuma menjadi sampah.

Lalu bagaimana seharusnya? Tentunya, sekalipun pengusaha kecil dalam usaha jajanan makanan ringan, harus meniru produk olahan dari baprik ternama yang produknya laku dipasaran yakni dinikmati para konsumen. Hal ini agar produk jajanan makanan ringan kebutuhan acara bisa dimakan pada pengunjung acara. Ini meminimalisir produk menjadi sampah alias tidak minat dimakan.

Kecuali, si pemilik usaha kecil memiliki konsumen setianya sendiri dalam menikmati produknya. Jadi, produk bukan untuk kebutuhan acara keramaian. Tentunya, tidak semua orang menyukai produk si pelaku usaha kecil.

Tentunya, ketika mengikuti alur penyampaian produknya sampai ke tong sampah, kita bertanya, “Apakah produk bisnis cuma bisa jadi sampah?” Miris sekali bila produk untuk acara keramaian bernasib seperti ini. Nilai manfaat sebuah produk seperti tidak ada.

Sehingga, para pelaku usaha jajanan makanan ringan yang berkepentingan untuk produ hajatan, harus mementingkan produk berkualitas yang diminati banyak konsumen murni. Ketika produk hariannya laku untuk konsumen murni, ini sebagai tanda produknya berkaulitas bagus. Ketika produknya cuma laku untuk kebutuhan hajatan, jelas, ini perlu dirubah kembali.

Cara yang bisa ditempuh para pelaku usaha jajanan makanan ringan adalah melakukan penjualan secara eceran. Ketika penjualan secara eceran laku, ini sebagai tanda produk berpotensi bisa dimakan. Ketika produk ini dibutuhkan untuk hajatan, banyak orang bisa menikmati produk ini. Tidak ada lagi nasib produk cuma menjadi sampah.

Tetapi, kembali lagi, cara bisnis orang bisa saja berbeda-beda. Mungkin saja, orang yang berjualan jajanan makanan ringan yang cuma laku untuk hajatan, karena memang kemampuan memproduksinya cuma sebatas seperti yang sudah berjalan. Urusan nanti produk dimakan atau  tidak oleh para hadirin, itu bukan lagi urusan pemilik produk.

Hanya saja, sebagai ruan rumah acara, perlu ada kesadaran. Apakah mereka akan menghadirkan suguhan jajanan makanan ringan yang berpotensi dimakan, tidak menjadi sampah? Atau, mereka, dengan alasan ekonomi, membeli jajanan makanan ringan yang berpotensi cuma menjadi sampah. Kesadaran konsumen seperti ini bisa membuahkan pada kesadaran para pelaku usaha. Bukankah kesuksesan bisnis bergantung dari minat market?